Tuesday 27 November 2012

Percobaan Pembatasan BBM Bersubsidi Gagal? Meski kuota BBM bersubsidi dinaikkan, stok hanya sampai 22 Desember

Pembatasan penyaluran BBM bersubsidi dimaksudkan agar tidak melampaui kuota 2012 yang telah ditetapkan.
PT Pertamina (Persero) melaksanakan pembatasan pasokan bahan bakar minyak bersubsidi ke sejumlah daerah sejak 19 November 2012 secara bertahap.
Apa yang dilakukan Pertamina itu merupakan hasil keputusan rapat evaluasi di kantor Wakil Presiden pada Oktober dan November 2012 dan amanat pemerintah, melalui surat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi tanggal 7 November 2012, perihal Pengendalian Distribusi Sisa Kuota BBM Bersubsidi 2012, yaitu distribusi BBM bersubsidi dibatasi. Caranya, sisa kuota BBM bersubsidi dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir tahun. 
Pemerintah menilai, pembatasan penyaluran BBM bersubsidi tersebut diperlukan agar kuota yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012, sebesar 44,04 juta kilo liter, tidak terlampaui.
Namun, setelah 2-3 hari pelaksanaan pengendalian distribusi BBM bersubsidi itu dilaksanakan, mulai tampak antrean panjang di sejumlah wilayah, seperi Batam, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan lainnya.
Antrean panjang tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat dalam membeli BBM subsidi jenis Premium. Meski Pertamina sudah menyiapkan alternatif BBM non subsidi, hal tersebut telah menimbulkan ketegangan.
Bahkan, pada Sabtu kemarin dan Minggu dini hari lalu, antrean beli Premium tersebut memicu kerusuhan di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Buntut dari peristiwa ini, 400 kios pasar dan mess karyawan pom bensin dibakar massa yang marah. 
Pertamina akhirnya memutuskan menyetop pengendalian pasokan BBM bersubsidi tersebut, menyusul munculnya kelangkaan BBM yang berpotensi memicu kerawanan sosial.
Menurut VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, dengan memperhatikan perkembangan situasi sosial di daerah pasca kebijakan pengendalian pasokan BBM, dan mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih besar, akhirnya Pertamina memutuskan terhitung mulai 25 November 2012 menyetop kebijakan tersebut yang sudah berjalan selama sepekan terakhir.
"Sebab, ditakutkan bila tidak segera disetop, pengendalian pendistribusian BBM ini terus menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di berbagai daerah yang memicu keresahan di kalangan masyarakat konsumen dan bisa memicu kerusuhan seperti di Kutai Barat," kata dia kepada VIVAnews, Senin 26 November 2012.
Menurut Pertamina, berdasarkan laporan dari media, sejumlah daerah yang teridentifikasi menunjukkan keresahan masyarakat adalah Tarakan dan Kutai Barat (Kaltim), Maluku, dan Madura (Jatim).
Selain keempat wilayah tersebut, terdapat beberapa daerah yang juga berpotensi menimbulkan konflik, di antaranya Medan, Bengkulu, Palembang, Papua, dan Atambua.
Sedangkan wilayah yang mengalami kelangkaan dan antrean lainnya sebagai berikut: Kalimatan Timur (Tarakan dan Kutai), Kalimatan Barat (Pontianak), Kalimatan Tengah (Palangkaraya), Nusa Tenggara Timur (Atambua, Flores) dan Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau (Batam), Sumatera Selatan (Palembang), Sumatera Utara (Medan, Mandailing Natal), Bengkulu, Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta (khususnya Madura, dan wilayah nelayan, termasuk Jakarta pada beberapa SPBU)
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya, menilai bahwa masyarakat Indonesia belum siap untuk beralih dari menggunakan BBM bersubsidi jenis Premium dan Solar selama pemerintah masih menyediakan opsi BBM bersubsidi. "Masyarakat belum siap membeli BBM non subsidi secara sukarela karena masih ada opsi BBM subsidi," katanya di Jakarta, Senin.
Alasan Darurat
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan bahwa penghentian pengendalian distribusi BBM bersubsidi itu bisa dibenarkan jika memang dalam situasi mendesak seperti saat ini.
"Ini darurat, Pertamina mengambil langkah itu untuk mengatasi situasi darurat. Dalam situasi darurat mengambil langkah darurat, saya kira bisa dibenarkan," ujar Hatta di kantornya, Jakarta, Senin.
Dia menilai langkah Pertamina membatasi penyaluran BBM bersubsidi dimaksudkan agar tidak melampaui kuota 2012 yang telah ditetapkan. Namun, hal tersebut malah mengakibatkan kelangkaan dan memicu kerusuhan di beberapa daerah seperti yang terjadi akhir pekan lalu di daerah Kutai Barat. "Ini tentu langkah yang diambil bersifat sementara dan darurat," tambahnya.
Hatta akan mengevaluasi lagi implikasi kejadian ini terhadap anggaran yang dibebankan pada pemerintah. Namun, menurutnya yang terpenting kebutuhan masyarakat terpenuhi. "Mengatasi gejolak, karena masalah sosial jauh lebih penting untuk diatasi agar jangan sampai terjadi konflik," tuturnya.
Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini, menjelaskan, meski kuota stok BBM bersubsidi dinaikkan menjadi 44,04 juta KL dari sebelumnya 40 juta KL, Pertamina dan BPH Migas melaporkan bahwa stok BBM itu tidak akan sampai 31 Desember, berakhir di 22 Desember 2012.
"Bisa dibayangkan, kalau delapan hari tanpa BBM bersubsidi atau Premium, hanya menggunakan Pertamax juga akan terjadi kerusuhan," kata dia di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Untuk itu, menurutnya, ada upaya dari Pertamina dan BPH Migas untuk mengendalikan pasokan BBM dengan cara menyalurkan secara bertahap. "Kadang-kadang, penyaluran BBM bersubsidi diatur dua jam satu hari, tiga jam satu hari, agar msayarakat mencoba memakai BBM non subisidi. Artinya, yang bersubsidi dikurangi dan yang non subsidinya harus disediakan di SPBU," tuturnya.

No comments:

Post a Comment