Pada 117 tahun yang lalu, seorang fisikawan Jerman bernama Wilhelm Conrad Rontgen (1845-1923) menemukan teknologi sinar-X yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, terutama dunia medis. Teknologi ini di Indonesia populer dengan sebutan Sinar Ronsen, yang diadaptasi dari nama Rontgen.
Menurut stasiun televisi The History Channel, Rontgen tak sengaja menemukan sinar-X ini di laboratoriumnya, yang terletak di Kota Wurzburg. Saat itu Rontgen tengah menguji apakah sinar katoda dapat menembus kaca.
Seketika itu pula dia memperhatikan cahaya yang muncul dari layar yang berlapis secara kimiawi. Rontgen lalu menyebut cahaya itu sebagai sinar-X karena asalnya yang saat itu belum diketahui secara pasti.
Sinar-X belakangan diketahui berupa gelombang energi elektromagnetik yang gerakannya mirip dengan sinar cahaya, namun panjang gelombangnya kurang lebih 1.000 kali lebih pendek dari cahaya.
Rontgen lalu mengadakan sejumlah eksperimen untuk mengetahui lebih lanjut penemuan sinar itu. Dia akhirnya mengetahui bahwa sinar-X dapat menembus daging manusia, namun tidak sampai menembus substansi yang lebih padat seperti tulang atau timah, sehingga dapat difoto.
Penemuan Rontgen saat itu dianggap sebagai keajaiban medis. Sinar-X lalu menjadi alat yang penting bagi dunia medis karena dokter bisa melihat bagian dalam tubuh manusia untuk analisis awal tanpa harus menyayatnya dengan pisau bedah.
Pada 1897, sinar-X untuk kali pertama digunakan pada Perang Balkan. Dokter militer saat itu sudah bisa mengetahui peluru yang ada di dalam tubuh maupun patahan tulang dari pasien yang bersangkutan.
Atas penemuan sinar-X, pada 1901, Rontgen menerima penghargaan Nobel di bidang fisika. Kini, foto ronsen tidak hanya digunakan di dunia medis, namun juga berguna untuk analisis material di bidang riset, bahkan juga digunakan menjadi peralatan keamanan, seperti mesin pemindai yang sering terlihat di bandar udara
No comments:
Post a Comment