Thursday, 8 November 2012

Ini Penjelasan Sumaryoto Soal Asal Usul Tudingan 'Minta Jatah' ke BUMN

Anggota DPR dari PDIP, Sumaryoto, mengaku memang berhubungan dengan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), BUMN yang disebut-sebut diperas anggota DPR. Namun dia membantah telah 'meminta jatah'.  
Ini penjelasan lengkap Sumaryoto di sebuah rumah makan di Kawasan Kota Lama Semarang, Jateng, Kamis (8/11/2012):

"Banyak orang tahu Merpati (PT MNA) sudah bermasalah. Sejak tahun 2000-an, saya sudah mengenal Merpati. Waktu itu, saya menjabat sebagai Ketua Komisi Perhubungan dua periode yaitu tahun 1999-2004 dan 2004-2009 saya di Komisi Perhubungan dan tahu persis bahwa Merpati ini dalam keadaan sulit.

Pertama pada waktu tahun 2000 (Merpati) sudah minta Rp 75 miliar, dikasih, kemudian minta lagi, minta lagi sampai Rp 561 miliar dan Rp 200 miliar. Ini sudah diberikan Rp 300 miliar tapi justru untuk mengeluarkan pesangon dan sebagainya untuk menyusupkan untuk karyawannya. Di situlah permasalahannya, bahwa pergantian dirut lama ke dirut baru, tidak semulus yang diduga. Misalnya waktu diganti, itu sudah banyak karyawan, terutama pilot, yang tidak terima bahwa Merpati tidak perlu PMN (Penyertaan Modal Negara).

Kedua, Merpati akan memberikan keuntungan setiap hari Rp 500 juta per hari. Padahal kenyataannya, masih memerlukan (suntikan dana) Rp 200 miliar. Kemudian di dalam membuktikan hasil usaha, ternyata, saya mempunyai data bahwa tidak bisa memberikan keuntungan Rp 500 juta per hari. Tiga bulan terakhir, sampai September, kerugiannya sudah Rp 200 miliar lebih.

Diperkirakan akhir tahun ini, (PT MNA) akan rugi sampai Rp 1 triliun. Kondisi itu membuat panik. Di dalam rapat, saya sangat kritis tapi tidak lisan. Saya tahu karakter Saudara Rudi S Purnomo (Direktur PT MNA yang baru) ini ada yang tidak baik. Makanya saya hati-hati tidak bertanya, saya bertanya cuma sekali. Lalu saya menyurati Pak Dahlan Iskan, sampai sekarang tidak ada jawaban. Nampaknya sikap kritis saya ini membuat Pak Rudi panik. 

Saya tidak mau berpolemik dengan BUMN. Kali ini saya akan mencari tahu siapa yang meminta ke komisi XI, karena saya tidak sama sekali meminta bahkan menerima sepeser pun dari Pak Rudi atau dirut lama.

Mengenai Rp 200 miliar bahwa Merpati ini untuk tetap eksis. Dirut lama sudah merencanakan business plan. Dihitung-hitung lahir angka pemerintah perlu menyiapkan PMN Rp 561 miliar dan Rp 200 miliar. Rp 561 miliar di APBNP 2012. Saya pada waktu pembahasan Rp 561 miliar, masih di Komisi I. Saya masuk 2012, sampai sekarang PMN belum cair. Apa sebabnya, PMN Rp 200 miliar di APBN 2012 memang tidak ada. Katakanlan Merpati mendapatkan Rp 200 miliar, ini dapat berapa. Menteri Keuangan minta gelondongan Rp 2 triliun, dikasih di APBN 2012, maka tercantum Rp 2 triliun. Menteri Keuangan yang akan mengalokasikan. Nampaknya Dirut baru ini tidak mengetahui proses itu atau sebagainya sehingga belum cair.

Informasi dari Departemen Keuangan berkali-kali Rudi sudah dipanggil, Rp 200 miliar itu apa? Sampai sekarang belum ada jawaban. Sampai sekarang Menteri Keuangan belum mencairkan. PP-nya belum ada. Setelah APBN diketok DPR, pemerintah mengeluarkan peraturan. Nah peraturan untuk Merpati ini belum.

Saya kenal Merpati, harus dipertahankan. Namun jangan seperti membuang garam ke laut, karena Rp 561 miliar mundur 1 tahun itu sudah keluar biaya. Rp 200 miliar mundur juga. Itu timbul biaya. Saya tanya kepada Menteri BUMN, ini tidak akan menyelesaikan permasalahan. Masih harus ditambah menutup biaya keterlambatan dan pasti akan lahir utang baru. Kedua tambahan PMN baru, dengan cara pinjaman Merpati jumlahnya Rp 2,3 triliun di neraca. Kalau itu tidak dimintakan sekaligus sebagai PMN, itu sama saja menggarami air laut.

Karena itu, saya pancing kepada Merpati atau Pak Dahlan, apakah yang Rp 2,3 triliun tidak di PMN sekalian? Soalnya kalau tidak, neracanya masih merah. Itulah inti permasalahan.

Yang jelas, saya tidak pernah melakukan kata-kata minta dan tidak menerima uang sepeser pun uang dari dirut merpati yg baru maupun lama."

Awal pekan ini Dahlan Iskan memberikan keterangan ke BK DPR tentang dua nama yang memeras BUMN. Menurut anggota BK Usman Jafar, salah satu anggota DPR yang 'meminta jatah' BUMN adalah Sumaryoto. Nama lainnya adalah politikus Partai Golkar Idris Laena. Disebut-sebut, juga ada 5 nama anggota DPR yang melakukan tindakan serupa.

Sementara itu, upaya mengkonfirmasi bos Merpati Rudi S Purnomo hingga kini belum membuahkan hasil.

No comments:

Post a Comment