Sunday, 11 November 2012

Efektifkah Aturan Larangan Ekspor Mineral? Aturan ini pada dasarnya untuk mengendalikan penghamburan mineral.

Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif Kusumo, menyatakan pengaturan ekspor mineral untuk peningkatan nilai tambah tak jelas. Ini terlihat dari penjabaran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral yang menaungi masalah ini tidak mudah dipahami.
Pengolahan bijih mineral
Herman mengatakan, pada prinsipnya program peningkatan nilai tambah mineral merupakan sesuatu yang perlu dijalankan. "Sebab itu dengan diterbitkannya Permen ESDM No. 11 tahun 2012 sebagai penyempurnaan terhadap Permen 7, kami harus lebih fair melihat keinginan pemerintah bahwa semua dalam rangka mengendalikan potensi penghamburan bahan mineral yang selama ini telah dieksploitasi besar-besaran," kata dia kepada VIVAnews, Sabtu malam, 10 November 2012.

Meskipun demikian, dia melanjutkan, Permen 7 dipastikan tidak mengisyaratkan atau mengatur upaya pemindahan kewenangan perizinan dari daerah ke pusat. Permen 7 pada intinya hanya melakukan pengendalian ekspor, termasuk di dalamnya penertiban terhadap banyaknya perizinan pertambangan di daerah yang tidak mengikuti aturan dan regulasi yang ada, seperti masalah tumpang tindih lahan, tumpang tindih perizinan, dan tidak lengkapnya administrasi.

Permen 7 dimaksudkan untuk pengawasan pemerintah pusat dalam pengaturan tata niaga mineral, khususnya dalam rangka kegiatan ekspor mineral tertentu yang sangat diperlukan oleh para importir luar negeri, seperti China dan Jepang.

Sebagai kelanjutan dari diterbitkannya Permen 7 tersebut, telah ditetapkan bea keluar dari Kementerian Keuangan yang merupakan suatu disinsentif bagi kegiatan ekspor mineral-mineral tertentu. "Tentu saja ini seyogyanya ditindaklanjuti Kementerian ESDM, khususnya Ditjen Minerba," katanya.

Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba, menurut dia, seharusnya tak perlu mengatur lebih jauh tentang besaran kuota ekspor yang merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan. Ditjen Minerba diharapkan lebih banyak mengatur pengendalian dan pengawasan produksi, termasuk besaran produksi mineral yang dieksploitasi.
Hal ini berkaitan dengan kelayakan tingkat produksi mineral tersebut yang akan berdampak terhadap daya dukung lingkungannya.

Selanjutnya, mengenai aturan pengendalian ekspor, Herman mengatakan, sebaiknya diarahkan bagi terciptanya ketertiban lalu lintas ekspor. "Ketika pemerintah menerbitkan izin ekspor mineral yang saat ini diterbitkan masa berlakunya hanya 3 bulan, maka kami berpendapat hal tersebut tidak membuat tata kelola lebih baik, ini hanya menambah potensihigh cost economy," tuturnya.

Khusus mengenai situasi pasar mineral nikel dan mineral lainnya, krisis ekonomi di kawasan Eropa telah menyebabkan penurunan permintaan terhadap berbagai komoditas, termasuk komoditas mineral. Ini berdampak pada anjloknya ekspor nikel dan bijih besi. "Jadi, ini tak murni karena adanya bea keluar saja," ujar Herman

No comments:

Post a Comment