Tuesday, 20 November 2012

Petisi Tolak Enam Ruas Tol di Jakarta Pembangunan Tol Dalam Kota hanya akan menambah kemacetan

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengumpulkan petisi penolakan pembangunan enam ruas jalan tol baru di Jakarta. Menurut mereka, jika Tol Dalam Kota itu terealisasikan, maka manfaatnya hanya untuk kendaraan pribadi, bukan untuk transportasi umum.
Proyek Jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang
"Lewat situs change.org, kami lempar dukungan kepada publik yang menolak pembangunan enam ruas tol tersebut. Saat ini, sudah ada 3000-an orang yang mendukung," kata penggagas petisi, Firdaus Cahyadi dalam diskusi di Kedai Tempo, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa 20 November 2012.

Selain dilempar ke publik, petisi ini juga diikuti dan didukung oleh NGO Satudunia, Change.org, dan Rujak Center for Urban Studies (RCUS).

Firdaus yang juga Manager Pengetahuan NGO Satudunia, mengatakan pembangunan jalan tol itu bukan hanya makin menambah kemacetan, tapi juga membuat udara kian terkontaminasi polusi.

"Sumber utama polusi di Jakarta itu dari kendaraan pribadi. Kemacetan memang harus diatasi. Tapi penambahan jalan tol itu sama saja menambah polusi di Jakarta. Belum lagi jalan tol itu malah menambah kemacetan," ujarnya.

Dijelaskan Firdaus, menjadi preseden buruk karena akan diikuti oleh daerah lain. Di mana pembangunan Tol Dalam Kota menjadi satu-satunya solusi pengurai macet.

"Jika suatu daerah menghadapi masalah kemacetan, maka solusi satu-satunya bangun jalan tol," kata dia.

Firdaus mengungkapkan, untuk mengatasi kemacetan sebenarnya bisa dilakukan dengan memberdayakan transportasi massal. Karena, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta saat ini melebihi jumlah angkutan umum yang ada.

"Belum lagi ide semua pembangunan terpusat di Jakarta. Pembangunan ini harusnya dibangun di daerah-daerah sekitar Jakarta, sehingga orang-orang tidak banyak masuk ke Jakarta," kata dia.

Koordinator Change.org, Usman Hamid, menambahkan, sudah dari lama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakannya. Karena itu, sudah saatnya pemprov membuka diri untuk masyarakat terlibat, terutama dalam solusi mengatasi kemacetan.

"Sekarang pemerintahan Joko Widodo harus lebih terbuka dengan partisipan dari unsur masyarakat untuk membangun Jakarta seperti apa," kata dia.

Mantan Koordinator Kontras ini menjelaskan, Pemprov DKI juga selama ini tidak pernah memperhatikan aspek kesejahteraan para sopir angkutan umum. Padahal, aspek kesejahteraan itu menjadi salah satu kunci bagaimana kemacetan bisa terurai.

"Kalau sekarang tarif naik angkot itu Rp2.000, maka mau dapat apa? Dengan kesejahteraan yang minim, itu secara psikologis membuat angkot jadi ugal-ugalan, ngetem, dan lain-lain. Pemprov seharusnya lebih memprioritaskan juga anggaran untuk membenahi angkutan umum. Sementara stigma masyarakat menganggap angkutan umum jelek," kata dia.

Elisa Sutanudjaja dari RCUS, mengatakan, petisi ini akan langsung dikirim ke Pemprov DKI, terutama kepada Gubernur DKI Jakarta. "Supaya Gubernur tidak terkecoh dengan pembangunan jalan tol ini," kata dia.

Untuk diketahui, proyek pembangunan enam ruas tol baru ini telah digelontorkan 2005 silam oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Dan rencananya pembangunan akan dilanjutkan mulai tahun depan.
Enam ruas jalan tersebut adalah Kampung Melayu-Kemayoran (9,6 km), Semanan-Sunter lewat Rawabuaya Duri Pulo (22,8 km), Kampung Melayu-Duripulo lewat Tomang (11,4 km), Sunter-Pulogebang lewat Kelapa Gading (10,8 km), Ulujami-Tanah Abang (8,3 km), dan Pasar Minggu-Casablanca (9,5 km). Total anggaran untuk menyokong pembangunan ini mencapai Rp42 triliun.

No comments:

Post a Comment