Tuesday 20 November 2012

Kasus Chevron, Saksi Ahli: Penghitungan Kerugian Negara oleh BPKP Tak Sah


Sidang gugatan praperadilan yang dilakukan oleh empat karyawan Chevron terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali dilanjutkan. Pada persidangan kali ini, agenda persidangan adalah mendengarkan tanggapan jaksa (replik) dan keterangan saksi ahli.

Pada persidangan untuk salah satu tersangka yaitu Widodo, kuasa hukum menghadirkan dua orang ahli. Ahli yang pertama adalah ahli keuangan negara Arifin P Surya Atmadja, dan ahli hukum pidana Chairul Huda.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim tunggal Hariono itu, Arifin menyebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak punya kewenangan menghitung kerugian negara. Hal ini karena sudah diatur dalam UU bahwa yang berhak mengaudit adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Sesuai UU No 15 tahun 2005, yang berhak mengaudit adalah BPK," ujar Arifin, dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Selasa (20/11/2012).

Arifin menambahkan, karena BPKP tidak mempunyai kewenangan menghitung kerugian negara maka hasilnya pun menjadi tidak sah. Bahkan dia menyebut hasil penghitungan tersebut tidak bisa dimasukkan sebagai alat bukti.

"BPKP tidak berwenang. Sehingga hasilnya menjadi tidak sah dan harus batal demi hukum," terangnya.

Sementara itu, ahli hukum pidana, Chairul Huda, menjelaskan mengenai syarat-syarat mengenai seseorang harus ditahan. Menurutnya, seseorang baru bisa ditahan apabila sudah memenuhi alat bukti yang cukup.

"Apabila alat bukti tidak cukup maka penahanan menjadi tidak sah. Hal ini karena unsur-unsur untuk memenuhi tindak pidana belum terpenuhi," terang Chairul.

Menurutnya, dalam tindak pidana korupsi, salah satu bukti permulaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti adalah jumlah kerugian negara. Apabila kerugian negara belum bisa ditentukan, maka unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud adalah tidak terpenuhi.

"Kalau seperti ini, artinya penahanan yang dilakukan tidak sah. Karena dalam penahanan harus ada 4 alasan, salah satunya adalah alasan subyektif penyidik. Alasan subyektif penyidik itu harus tetap dilandasi dengan adanya alat bukti yang sah," ucap Chairul.

Empat karyawan Chevron yang sudah ditetapkan sebagai tersangka menyatakan karena dugaan tindak pidana korupsi bioremediasi melakukan gugatan praperadilan. Gugatan ini dalam rangka menggugat upaya penetapan tersangka dan penahanan terhadap keempatnya.

Sidang terhadap empat tersangka ini dilakukan secara terpisah. Agenda sidang akan dilanjutkan pada Rabu (21/11) besok. Agenda mendengarkan keterangan ahli.

Keempat karyawan Chevron itu merupakan tersangka kasus dugaan korupsi bioremediasi Chevron. Mereka adalah Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS), Endah Rumbiyanti; Team Leader SLN Kabupaten Duri Propinsi Riau, Widodo; Team Leader SLS Migas, Kukuh; dan General Manager SLS Operation, Bachtiar Abdul Fatah

No comments:

Post a Comment