Friday 7 December 2012

Arisan Seks Pelajar, Mengapa Terjadi?. Saat ini sekolah tak sepenuhnya mengajarkan pendidikan moral

Sebaiknya sekolah tak hanya mengajarkan pelajaran-pelajaran teks book, tapi juga pendidikan moral.
Santernya pemberitaan yang memuat sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Situbondo, Jawa Timur, yang disebut setiap pekan menggelar arisan seks mencoreng citra sekolah sebagai lembaga keilmuan pencetak generasi muda harapan bangsa.

Ternyata, dari pengakuan seorang wanita PSK, sekelompok pelajar di Situbondo disebut-sebut melakukan "arisan berhadiah", nama yang menang arisan mendapat hadiah "main" dengan PSK itu. Akibatnya, virus HIV/AIDS tertular dan menyebar.

Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel M Rasyid menilai terjadinya kasus semacam ini tidak terlepas dari ketidakpedulian orangtua siswa, lembaga pendidikan, masyarakat, dan pemerintah terhadap jaminan masa depan generasi bangsa.

Kata dia, kasus arisan seks yang ditudingkan kepada pelajar SMA di Situbondo, merupakan krisis besar di dunia pendidikan. "Saya ikut prihatin. Masalah ini seperti gunung es yang harus segera dipecahkan," kata Daniel, Kamis 6 Desember 2012.

Ia menyebut, saat ini, sekolah bukan lagi tempat murid belajar, melainkan hanya tempat para guru mengajar. "Artinya dunia pendidikan formal tidak sepenuhnya memberi pendidikan moral. Tapi hanya mengajarkan pelajaran-pelajaran secara teks book. Mengajarkan materi-materi untuk ujian saja."

Dosen Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) itu juga menyebut, pola pendidikan di sekolah formal harus diubah. Pendidikan seharusnya tidak hanya terfokus pada materi umum, melainkan juga dengan pembentukan akhlak peserta didik.

"Memang tidak sepenuhnya menyalahkan dunia pendidikan, peran orang tua, masyarakat, dan pemerintah juga penting untuk menempa moralitas anak," katanya.

Saat ini, di tengah cepatnya arus informasi dan teknologi, orangtua harus berperan aktif memberi pendidikan moral pada anak-anaknya. Tidak boleh dianggap enteng.

Dosen itu menyebut, saat ini banyak anak-anak menjadi yatim-piatu, tapi bukan secara biologis mereka tidak punya orangtua. Mereka punya orangtua tapi sibuk bekerja, sehingga kebutuhan pendidikan anak terbengkalai. Moral anak menjadi tak terkontrol. Jadi, peran keluarga harus diperkuat untuk membangun mentalitas anak, bukan hanya tugas sekolah sebagai tempat pendidikan formal.

Tidak boleh berhenti pada sekolah dan orangtua saja, peran pemerintah sangat penting dan harus aktif, seperti memfilter pengaruh budaya asing yang mengganggu stabilitas moral generasi bangsa.

"Saya menyebut pelajar adalah korban teknologi. Mereka tidak dibiasakan membaca, tapi dibiasakan melihat. Pelajar lebih suka melihat gambar-gambar bergerak ketimbang membaca, apalagi melihat situs-situs porno. Jadi harus ada pembatasan perkembangan teknologi," katanya.

Sekadar diketahui, sejumlah pelajar di Situbondo melakukan arisan seks seharga Rp5.000 per bulan. Hasilnya, nama pemenang arisan akan berkencan dengan pekerja seks dengan imbalan hasil uang arisan itu.

Dugaan ini disampaikan sukarelawan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Situbondo, Heru Hertanto. Menurut Heru, cerita itu dia peroleh saat melakukan sosialisasi mengenai bahaya HIV/AIDS ke sejumlah lokalisasi. Saat itulah seorang PSK berisial JL, 22 tahun, bercerita tentang arisan seks pelajar itu. 

No comments:

Post a Comment