Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kepolisian Daerah Metro Jaya, sudah membahas model pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor polisi ganji genap. Kebijakan ini dinilai ampuh untuk mengurai kemacetan di Jakarta hingga 40 persen. Khususnya di jalan-jalan protokol.
Bila pembahasannya dapat diselesaikan dengan cepat, kebijakan ini sudah bisa diuji coba pada awal Maret 2013. Perberlakuannya pada jam kerja mulai Senin hingga Jumat dan tidak berlaku pada hari libur nasional. Waktunya, mulai jam 06.00 WIB, hingga jam 20.00 WIB.
Pembatasan kendaraan dengan sistem ini akan diberlakukan di kawasan 3 in 1 dan seluruh koridor utama di dalam lingkar dalam kota, termasuk seluruh koridor bus rapid transit (BRT) dan wilayah yang dilalui jalur bus Transjakarta.
Kawasan itu antara lain, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Hayam Wuruk, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
Bagaimana cara membedakan kendaraan bernomor plat ganjil dan genap? Nantinya, setiap kendaraan baru dan lama akan dilengkapi dengan tanda warna. Misalnya, angka ganjil akan ditempel stiker merah dan genap warna kuning. Ini untuk memudahkan petugas melakukan pengawasan di lapangan.
Wacana pembatasan kendaraan dengan sistem ini sebenarnya sudah dibicarakan sejak awal 2011 lalu. Selain aturan ini, ada sistem warna kendaraan dan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Tapi, kebijakan pembatasan kendaraan dengan model ganjil genap dianggap lebih relevan untuk diterapkan ketimbang sistem warna kendaraan dan ERP yang masih terhambat karena harus menunggu peraturan pemerintah.
Harusnya, saat perhelatan Sea Games pada bulan November tahun lalu, sistem ganjil genap akan dicoba. Tapi karena berbagai kendala, akhirnya batal dilakukan. Secara serius, kebijakan ini baru dibahas kembali pada akhir tahun 2012 ini.
Bila pembahasannya dapat diselesaikan dengan cepat, kebijakan ini sudah bisa diuji coba pada awal Maret 2013. Perberlakuannya pada jam kerja mulai Senin hingga Jumat dan tidak berlaku pada hari libur nasional. Waktunya, mulai jam 06.00 WIB, hingga jam 20.00 WIB.
Pembatasan kendaraan dengan sistem ini akan diberlakukan di kawasan 3 in 1 dan seluruh koridor utama di dalam lingkar dalam kota, termasuk seluruh koridor bus rapid transit (BRT) dan wilayah yang dilalui jalur bus Transjakarta.
Kawasan itu antara lain, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Majapahit, Jalan Gajah Mada, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Hayam Wuruk, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
Bagaimana cara membedakan kendaraan bernomor plat ganjil dan genap? Nantinya, setiap kendaraan baru dan lama akan dilengkapi dengan tanda warna. Misalnya, angka ganjil akan ditempel stiker merah dan genap warna kuning. Ini untuk memudahkan petugas melakukan pengawasan di lapangan.
Wacana pembatasan kendaraan dengan sistem ini sebenarnya sudah dibicarakan sejak awal 2011 lalu. Selain aturan ini, ada sistem warna kendaraan dan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Tapi, kebijakan pembatasan kendaraan dengan model ganjil genap dianggap lebih relevan untuk diterapkan ketimbang sistem warna kendaraan dan ERP yang masih terhambat karena harus menunggu peraturan pemerintah.
Harusnya, saat perhelatan Sea Games pada bulan November tahun lalu, sistem ganjil genap akan dicoba. Tapi karena berbagai kendala, akhirnya batal dilakukan. Secara serius, kebijakan ini baru dibahas kembali pada akhir tahun 2012 ini.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono menjelaskan, bahwa aturan ini masih akan dibahas lagi dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Pembahasan ini antaralain terkait dengan warna stiker untuk kendaraan dan aturan untuk kendaraan roda dua dan kendaraan dengan plat daerah di luar Jakarta. Kemudian yang lebih penting adalah apakah aturan ini juga dikenakan bagi kendaraan dinas pejabat.
Sesuai dengan data Dinas Perhubungan, saat ini jumlah kendaraan yang melintas di jalan-jalan Jakarta mencapai 262.313.31 unit per jam. Bila sistem ini diberlakukan, diprediksi jumlahnya akan berkurang menjadi 121.567.28 unit.
Dengan demikian, setiap satu jam jumlah kendaraan pribadi yang beredar di jalanan Ibukota akan berkurang sebanyak 140.746.02 unit. Berkurangnya jumlah kendaraan membuat waktu tempuh kendaraan juga makin cepat. Pristono memperkirakan, kecepatan waktu tempuh kendaraan akan mencapai 41,3 km per jam.
"Sebelum diterapkan sistem ini, jarak tempuh hanya 20,8 km per jam, berarti ada selisih 20,4 Km perjam. Dengan demikian kemacetan pun akan terurai," jelas Pristono.
Pristono menambahkan, bila sistem tersebut diterapkan, maka secara keseluruhan, warga DKI Jakarta telah menghemat biaya operasional kendaraan sebesar Rp8,85 triliun per tahun. Selain itu sistem tersebut juga diklaim mampu menghemat BBM hingga 345 ribu kilo liter per tahun.
"Ini sama dengan menghemat 19,7 persen dari kuota BBM bersubsidi di wilayah DKI," imbuhnya.
Sesuai dengan data Dinas Perhubungan, saat ini jumlah kendaraan yang melintas di jalan-jalan Jakarta mencapai 262.313.31 unit per jam. Bila sistem ini diberlakukan, diprediksi jumlahnya akan berkurang menjadi 121.567.28 unit.
Dengan demikian, setiap satu jam jumlah kendaraan pribadi yang beredar di jalanan Ibukota akan berkurang sebanyak 140.746.02 unit. Berkurangnya jumlah kendaraan membuat waktu tempuh kendaraan juga makin cepat. Pristono memperkirakan, kecepatan waktu tempuh kendaraan akan mencapai 41,3 km per jam.
"Sebelum diterapkan sistem ini, jarak tempuh hanya 20,8 km per jam, berarti ada selisih 20,4 Km perjam. Dengan demikian kemacetan pun akan terurai," jelas Pristono.
Pristono menambahkan, bila sistem tersebut diterapkan, maka secara keseluruhan, warga DKI Jakarta telah menghemat biaya operasional kendaraan sebesar Rp8,85 triliun per tahun. Selain itu sistem tersebut juga diklaim mampu menghemat BBM hingga 345 ribu kilo liter per tahun.
"Ini sama dengan menghemat 19,7 persen dari kuota BBM bersubsidi di wilayah DKI," imbuhnya.
Mobil Pejabat Bebas Aturan Ganjil Genap
Setelah menggelar rapat bersama Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kamis, 6 Desember 2012 kemarin, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, memastikan bahwa kebijakan pembatasan kendaraan sistem ganjil genap ini adalah model kebijakan radikal yang akan diambil untuk mengatasi kemacetan Jakarta.
"Kalau tidak punya kebijakan radikal, tidak akan selesai macet Jakarta. Ini salah satu cara untuk atasi macet, dan harus dicoba," katanya.
Tidak hanya kendaraan roda empat atau mobil pribadi, aturan ini berlaku bagi seluruh kendaraan bermotor baik itu roda dua ataupun roda empat. Kecuali ambulan dan angkutan umum. Tapi Jokowi justru tidak memberlakukan aturan ini untuk mobil dinas pejabat.
"Ndak. Nantilah, aturan itu berikutnya. Ini kan masih baru," kata Jokowi.
Di luar dari permasalah itu, Jokowi yakin betul pembatasan kendaraan bernomor ganjil genap ini dapat mengurangi kemacetan. Ia tidak takut akan muncul protes dari masyarakat dengan menerapkan pembatasan kendaraan dengan cara tersebut.
"Yang dimaki-maki kan nanti saya, tapi kalau kebijakan tersebut disosialisasikan dengan baik kemasyarakat, maka masyarakat akan menerimanya," ujarnya.
Namun, terkait dengan ikut disertakannya motor dalam aturan ini, Wakil Direktur Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Wahyono, mengaku masih keberatan. Melibatkan motor dipastikan akan berdampak luas dan dapat menimbulkan resistensi yang besar yang dikhawatirkan akan menghambat kebijakan itu.
Menurut Wahyono, untuk membatasi jumlah kendaraan pribadi, sasaran yang paling utama ada pada masyarakat kelas menengah yang mayoritas adalah pengguna kendaraan roda empat. Selain itu, motor bukanlah penyebab utama kemacetan di Jakarta. Tetapi penyebab kesemrawutan.
"Kita harus membatasi dulu warga kelas ekonomi menengah atas yang kebanyakan adalah pengguna mobil. Sulit bila dilakukan sekaligus, jadi tolong dibedakan antara kemacetan dan kesemrawutan," ujarnya.
Menurutnya, untuk membatasi pengendara sepeda motor, seharusnya membuat kebijakan dengan menaikkan suku bunga tinggi untuk kredit sepeda motor.
Setelah menggelar rapat bersama Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kamis, 6 Desember 2012 kemarin, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, memastikan bahwa kebijakan pembatasan kendaraan sistem ganjil genap ini adalah model kebijakan radikal yang akan diambil untuk mengatasi kemacetan Jakarta.
"Kalau tidak punya kebijakan radikal, tidak akan selesai macet Jakarta. Ini salah satu cara untuk atasi macet, dan harus dicoba," katanya.
Tidak hanya kendaraan roda empat atau mobil pribadi, aturan ini berlaku bagi seluruh kendaraan bermotor baik itu roda dua ataupun roda empat. Kecuali ambulan dan angkutan umum. Tapi Jokowi justru tidak memberlakukan aturan ini untuk mobil dinas pejabat.
"Ndak. Nantilah, aturan itu berikutnya. Ini kan masih baru," kata Jokowi.
Di luar dari permasalah itu, Jokowi yakin betul pembatasan kendaraan bernomor ganjil genap ini dapat mengurangi kemacetan. Ia tidak takut akan muncul protes dari masyarakat dengan menerapkan pembatasan kendaraan dengan cara tersebut.
"Yang dimaki-maki kan nanti saya, tapi kalau kebijakan tersebut disosialisasikan dengan baik kemasyarakat, maka masyarakat akan menerimanya," ujarnya.
Namun, terkait dengan ikut disertakannya motor dalam aturan ini, Wakil Direktur Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Wahyono, mengaku masih keberatan. Melibatkan motor dipastikan akan berdampak luas dan dapat menimbulkan resistensi yang besar yang dikhawatirkan akan menghambat kebijakan itu.
Menurut Wahyono, untuk membatasi jumlah kendaraan pribadi, sasaran yang paling utama ada pada masyarakat kelas menengah yang mayoritas adalah pengguna kendaraan roda empat. Selain itu, motor bukanlah penyebab utama kemacetan di Jakarta. Tetapi penyebab kesemrawutan.
"Kita harus membatasi dulu warga kelas ekonomi menengah atas yang kebanyakan adalah pengguna mobil. Sulit bila dilakukan sekaligus, jadi tolong dibedakan antara kemacetan dan kesemrawutan," ujarnya.
Menurutnya, untuk membatasi pengendara sepeda motor, seharusnya membuat kebijakan dengan menaikkan suku bunga tinggi untuk kredit sepeda motor.
Wilayah Perbatasan Jadi Sumber Macet Jakarta
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta terus meningkat setiap harinya. Sebagian besar dari mereka adalah warga wilayah penyangga seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Tingginya volume kendaraan itu mengakibatkan Jakarta kian macet. Kemacetan terjadi tidak hanya di jalur protokol, tetapi juga di kawasan perbatasan. Ini disebabkan karena ruas jalan di perbatasan yang menuju Jakarta tidak sama besarnya.
Banyaknya persimpangan juga menimbulkan antrean kendaraan seperti di Kalimalang, Jakarta Timur, Daan Mogot, Jakarta Barat, dan Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur.
Selain itu, dalam dua tahun terakhir, durasi kecepatan kendaraan berkurang. Saat jam sibuk, kecepatan kendaraan rata-rata hanya bergerak maksimal 20 km per jam.
Jumlah penjualan mobil di Jakarta juga dipastikan mengalami peningkatan setiap tahunya. Untuk tahun ini diperkirakan sebanyak 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kuartal I tahun 2011, mobil yang terjual di Jakarta mencapai 225.739 unit. Sedangkan untuk tahun ini, di kuartal pertama sudah mencapai 249.589 unit.
Sementara jumlah perjalanan yang ada di Jakarta sampai saat ini mencapai 20,7 juta. Sementara pertumbuhan ruas jalan sangat tidak sebanding. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26% dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta terus meningkat setiap harinya. Sebagian besar dari mereka adalah warga wilayah penyangga seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Tingginya volume kendaraan itu mengakibatkan Jakarta kian macet. Kemacetan terjadi tidak hanya di jalur protokol, tetapi juga di kawasan perbatasan. Ini disebabkan karena ruas jalan di perbatasan yang menuju Jakarta tidak sama besarnya.
Banyaknya persimpangan juga menimbulkan antrean kendaraan seperti di Kalimalang, Jakarta Timur, Daan Mogot, Jakarta Barat, dan Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur.
Selain itu, dalam dua tahun terakhir, durasi kecepatan kendaraan berkurang. Saat jam sibuk, kecepatan kendaraan rata-rata hanya bergerak maksimal 20 km per jam.
Jumlah penjualan mobil di Jakarta juga dipastikan mengalami peningkatan setiap tahunya. Untuk tahun ini diperkirakan sebanyak 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kuartal I tahun 2011, mobil yang terjual di Jakarta mencapai 225.739 unit. Sedangkan untuk tahun ini, di kuartal pertama sudah mencapai 249.589 unit.
Sementara jumlah perjalanan yang ada di Jakarta sampai saat ini mencapai 20,7 juta. Sementara pertumbuhan ruas jalan sangat tidak sebanding. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26% dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun.
Perubahan jam kemacetan di Jakarta juga sudah terjadi selama satu tahun belakangan ini. Bila tahun lalu pukul 21.00 WIB sudah mencair, saat ini kemacetan terjadi hingga pukul 22.00 WIB.
Selain jam, hari kemacetan juga ikut berubah. Hari yang paling parah berlangsung pada Rabu dan Jumat. Pada hari Rabu adalah waktu perputaran keuangan meningkat sehingga aktivitas warga yang menggunakan jalan juga bertambah. Sedangkan hari Jumat, biasanya pegawai swasta yang bekerja lima hari memanfaatkan liburan sehabis pulang kerja.
Selain jam, hari kemacetan juga ikut berubah. Hari yang paling parah berlangsung pada Rabu dan Jumat. Pada hari Rabu adalah waktu perputaran keuangan meningkat sehingga aktivitas warga yang menggunakan jalan juga bertambah. Sedangkan hari Jumat, biasanya pegawai swasta yang bekerja lima hari memanfaatkan liburan sehabis pulang kerja.
No comments:
Post a Comment