Awalnya publik mengenal Andi sebagai akademisi dan pengamat politik. Putra Makassar ini menyelesaikan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar doktor di Northern Illinois University (NIU), Amerika Serikat di tahun 1997. Saat menjadi mahasiswa, Andi sempat menduduki jabatan penting di senat kampus dan aktif di organisasi kemahasiswaan.
Andi sempat mengajar di Universitas Hasanuddin di tahun 1988-1999 dan Institut Ilmu Pemerintahan pada 1999-2002. Pria kelahiran tahun 1963 ini juga sempat terdaftar dalam Tim Tujuh yang bertugas menyusun Undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru.
Masuk Pusaran Politik
Iklim politik di Indonesia mengalami perubahan di tahun 1998, pasca mundurnya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia. Pria yang identik dengan kumisnya ini memilih bergabung menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 1999. Keterlibatannya dengan KPU dan desertasinya soal perilaku politik menjadikan Andi laku sebagai komentator politik dan penulis di media-media nasional.
Tidak berapa lama di KPU, Andi lantas mengundurkan diri dan masuk ke dalam staf ahli Menteri Negara Otonomi Daerah tahun 1999-2000. Tahun 2002 adalah tahun di mana Andi kemudian terjun langsung ke dalam politik Indonesia. Bersama dengan Ryaas Rasyid, Andi mendirikan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK).
Pemilu 2004 adalah ujian pertama bagi Andi merasakan langsung panasnya perpolitikan Indonesia. Partainya kala itu berhasil meraih 1,16% suara dengan ganjaran memperoleh lima kursi di DPR. Sayangnya hubungan harmonis Andi dengan PPDK kandas pada pemilhan Presiden 2004 saat partainya mencalonkan Wiranto sebagai sebagai calon presiden. Kala itu, Andi menyebut Wiranto adalah bagian dari masa lalu Indonesia.
"Saya menghargai hak kolega dan sahabat di PDK. Walau saya keberatan, sekarang saya harus memilih, saya harus mendengarkan suara hati. Bagi saya pribadi, Jenderal Wiranto adalah bagian dari masa lalu Indonesia," kata Andi saat diwawancara detikcom pada 11 Mei 2004 silam.
Pada Bulan Oktober 2004, Presiden terpilih kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono mendaulat Andi sebagai Juru Bicara Kepresidenan. Nama Andi lagi-lagi muncul saat Partai Demokrat (PD) meminangnya untuk masuk dalam jajaran pegurus partai itu. Adalah Anas Urbaningrum yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPP PD Bidang Politik yang mengatakan partainya ingin merekrut Andi.
"Andi Mallarangeng salah satu tokoh muda potensial. Oleh karena itu, Partai Demokrat membutuhkan suntikan kader baru dan tokoh-tokoh muda seperti Andi Mallarangeng," kata Anas Urbaningrum yang dimuat detikcom pada Sabtu 29 Desember 2007.
Usai menjabat sebagai Jubir Kepresidenan, suami dari Vitri Cahyaningsih ini ditunjuk oleh SBY untuk mengisi kursi Menteri Pemuda dan olah Raga pada tahun 2009.
Tahun 2010, Andi mendaulat dirinya untuk maju memperebutkan kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Andi harus bersaing dengan Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie. Di Bandung, Jawa Barat, Andi yang disebut mendapat restu dari SBY harus mengakui keunggulan Anas Urbaningrum yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan dia bahkan tidak masuk keputaran kedua pemilihan.
Terjebak Skandal Korupsi Proyek Hambalang
Andi Mallarangeng dilantik oleh Presiden SBY untuk menduduki jabatan Menteri Pemuda dan Olah Raga. Nama Andi kemudian disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Keterlibatan Andi dalam Proyek Hambalang kerap sering disebut-sebut dalam persidangan maupun keterangan mantan bendahara umum PD M Nazaruddin. Namun Andi selalu membantahnya.
Sementara Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dalam telaahnya menemukan indikasi jelas keterlibatan Menpora Andi Mallarangeng dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. BAKN pun meminta KPK untuk mengusut keterlibatan Andi.
Pada persidangan dengan terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Andi yang datang sebagai saksi mengakui Nazaruddin pernah melaporkan tuntasnya penyelesaian sertifikat tanah untuk pembangunan proyek pembangunan Pusat Pelatihan Olahraga di Bukit Hambalang.
Pelaporan Nazar itu disampaikan saat pertemuan bersama Ketua X Mahyudin dan anggota Komisi X Angelina Sondakh, di kantornya, pada Januari 2010. Namun, menurut Andi, laporan Nazaruddin itu bukan lah informasi baru bagi dirinya.
Menurut Andi, sebenarnya sertifikat tanah untuk proyek Hambalang itu telah diurus kementeriannya sejak beberapa tahun sebelum pertemuan itu. Namun, baru terselesaikan saat dirinya menjabat sebagai Menpora.
Ia pun menepis membahas proyek-proyek, termasuk proyek Wisma Atlet dalam pertemuan itu. Andi mengaku hanya membahas soal program-program yang akan dilakukan oleh kementeriannya.
Namun KPK sudah menetapkan Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka sejak 3 Desember 2012 lalu. Ia dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan upaya memperkaya diri sendiri.
"Dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor," ujar Ketua KPK Abraham Samad.
No comments:
Post a Comment