Direktur Utama PT PLN Persero, Nur Pamudji tidak ambil pusing pasca dibubarkannya BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, seluruh pasokan gas untuk PLN dari BP Migas akan tetap berlaku dan mengalir tanpa ada masalah apapun.
"Jadi tidak ada masalah dan saya yakin tidak akan ada dampaknya bagi PLN," ujar Nur Pamudji ketika ditemui dalam acara 'Syukuran Dimulainya Kembali Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Anggrek 2x25 MW di Gorontalo, Jumat (16/11).
Sementara itu, Nur juga berani menjamin jika pasokan gas untuk PLN tidak akan mengalami gangguan setelah bubarnya BP Migas. Karena, semua kontrak-kontrak antara PLN dengan BP Migas itu tetap berlaku dan mengalir seperti biasa. Hanya saja, fungsi yang duku dijalankan oleh BP Migas akan dialihkan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
"Hanya prosedurnya saja yang sekarang berpeta, kalau dulu (pasokan gas) lewat BP migas, nanti tidak lagi," sambungnya.
Sekadar catatan, MK melakukan pembubaran BP Migas karena ketidaksesuaian dengan undang-undang yang berlaku. MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 Ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Majelis Hakim MK Mahfud MD.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pengujian UU Migas ini diajukan 30 tokoh dan 12 ormas, di antaranya PP Muhammadiyah yang diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (Sojupek) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
Selain itu, ada pula Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Salahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
No comments:
Post a Comment