Wednesday, 7 November 2012

Kendati Tertekan, Industri Baja Domestik Masih Prospektif

Industri baja di dalam negeri masih prospektif terlihat dari permintaan baja domestik tumbuh 6-7 persen per tahun kendati pasar baja dunia sedang lesu akibat krisis ekonomi di Cina dan Eropa.

Industri baja 
"Pertumbuhan industri baja di Indonesia dipicu meningkatnya investasi di sektor manufaktur dan direalisasikannya pembangunan sejumlah proyek infrastruktur," kata Ismail Mandry, Co Chairman Long Product Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pertumbuhan pasar baja domestik sekitar 6-7 persen akan membuat industri baja nasional tahun 2013 masih prospektif.

Ismail melihat, krisis ekonomi di Eropa dan perlambatan ekonomi di Cina, mengganjal pasar ekspor baja lokal pada tahun 2012. Apalagi, produksi baja yang berlebih di Cina berdampak pada berlebihnya produk baja negara tersebut dan membanjiri pasar lokal. Hal itu turut menekan harga jual baja produsen dalam negeri.

Kendati demikian, Ismail optimistis, tahun depan perekonomian global mulai membaik. Jika itu terjadi, maka produksi dan harga jual baja juga kembali membaik.

"Pemerintah harus turun tangan mengantisipasi banjirnya baja Cina ke pasar domestik," tegas Ismail.

Seperti diketahui, hingga kuartal ketiga 2012, sebagian besar produsen baja regional terpaksa mengurangi produksi lantaran merugi. Perlambatan ekonomi China membuat permintaan baja merosot dan kelebihan kapasitas produksi. 

Salah satu produsen baja terbesar China, Baoshan Iron & Steel Co (Baosteel), bahkan terpaksa menghentikan salah satu pabriknya untuk mengurangi kerugian yang lebih besar. 

Salah satu yang terkena dampak paling parah adalah perusahaan baja asal Korea, Posco. Akibat penurunan kinerjanya, lembaga pemeringkat Moody's Investor Service menurunkan rating utang Posco dari A3 menjadi BAA1 dengan outlook negatif.

Pasalnya Posco mengalami kemerosotan kinerja yang amat parah. Bahkan, Posco terpaksa melego aset-asetnya senilai 2,5 triliun won, untuk menambal laporan keuangannya. Perusahaan baja itu baru-baru ini juga menurunkan target penjualan 2012 untuk ketiga kalinya, setelah perolehan laba kuartal ketiga tidak mencapai target.

Akibatnya, pendapatan induk usaha diprediksi turun menjadi 36,3 triliun won atau 32,9 miliar dolar AS untuk tahun 2012. Target  tersebut  turun dari yang ditetapkan pada Juli lalu yakni 37,5 triliun won.

Begitu juga industri baja di negara lain, seperti Bluescope Steel, terpaksa menurunkan kapasitas produksinya hingga 50 persen. Akibatnya, pada semester pertama tahun 2012, produsen baja asal Australia itu merugi hingga  1,09 miliar dolar AS.

Kondisi serupa dialami Sahaviriya, produsen baja asal Thailand yang pada semester pertama kemarin merugi hingga  159,13 juta dolar AS, serta perusahaan baja asal Malaysia, Lion Diversified yang rugi hingga  78,5 million dolar AS pada periode yang sama.

Untuk menyiasati penurunan kinerja tersebut, perusahaan di kawasan Australia dan Amerika rata-rata memotong kapasitas produksi hingga separuh posisi awal, Eropa memangkas kapasitas produksi sekitar 30 persen, dan China menurunkan produksi hingg 25-30 persen.

Kendati demikian, Ismail optimistis, kinerja industri baja dunia lokal pada tahun depan, akan kembali bergairah. Syaratnya, kondisi ekonomi dunia kembali membaik, dan Cina kembali meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

"Realisasi investasi dan pembangunan infrastruktur dan manufaktur di dalam negeri juga turut meningkatkan permintaan pasar domestik," ucap Ismail.

No comments:

Post a Comment