Wednesday 7 November 2012

Kala Pengusaha Balik Ancam Mogok Massal

Aksi demonstrasi buruh menuntut perbaikan kesejahteraan berbuntut panjang. Seolah menjawab beragam aksi yang dituding mengarah ke aksi kriminalitas, kalangan pengusaha mengancam akan menghentikan operasi usahanya karena tidak adanya kepastian hukum.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa saat memperingati Hari Buruh se-Dunia di Jakarta,
"Dengan aksi lock out yang kami lakukan, supaya dicermati, kami juga tidak main-main" kata Koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Nasional Franky Sibarani kepadaVIVAnews, Selasa, 6 November 2012.

Dalam rencana aksi mogok kali ini, sebanyak 23 asosiasi pelaku usaha menyatakan akan turut serta. Walau belum menetapkan waktu pelaksanaan aksi, para pelaku usaha mengaku tidak tinggal diam mendesak pemerintah memberikan kepastian hukum.

"Kami juga melakukan koordinasi internal dan komunikasi dengan berbagai pihak. Bukan berarti, otomatis kami akan melancarkan aksi besok," ujar Franky.

Keputusan pelaku usaha untuk beraksi keras bukannya tanpa alasan. Setidaknya ada dua poin utama yang menjadi perhatian para pengusaha yaitu penegakan hukum dan kepastian hukum.

Dari sisi penegakan hukum, para pengusaha mengungkapkan aksi demonstrasi buruh seringkali diwarnai pendudukan pabrik, intimidasi, radikalisme dan pemaksaan dalam kesepakatan.

Sedangkan dari sisi kepastian hukum, para pengusaha menangkap sinyalemen adanya pengabaian dalam proses penentuan penetapan upah minimum buruh.
"Belakangan ini sudah lebih kuat nuansa pemaksaan. Lebih dikarenakan adanya demonstrasi. Artinya mekanisme yang ada di dewan pengupahan sudah diabaikan," kata Franky.

Dia memastikan, langkah keras yang dilancarkan para pelaku usaha ini bukan bentuk perlawanan terhadap aksi buruh beberapa waktu yang lalu. Aksi pebisnis ini ditujukan kepada pemerintah yang berwenang dalam upaya penegakan hukum di tanah air.

"Sebetulnya kami tidak berhadapan dengan buruh karena kewenangan pengamanan dan penegakan hukum, itu semua bukan ada di buruh," katanya.

Kerugian Pengusaha

Dalam catatan VIVAnews, aksi mogok masal nasional yang digelar para buruh telah menyebabkan potensi kerugian hingga ratusan miliar rupiah. Salah satunya terjadi di kawasan industri Pulogadung.

Ketua Hubungan Industrial Dewan Pengurus Kota Jakarta Timur Apindo, Bambang Adam, dalam sebuah kesempatan mengilustrasikan, jika 373 perusahaan di kawasan industri Pulogadung berhenti beroperasi dan mengalami kerugian hingga Rp1 miliar, total potensi kehilangan bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

Dalam aksi mogok masal awal Oktober lalu, hampir semua perusahaan atau pabrik di kawasan industri Pulogadung mengalami kelumpuhan. Hal ini tak terlepas juga dari keputusan manajemen meliburkan karyawan untuk mengikuti aksi mogok.

Ilustrasi kerugian akibat mogok buruh juga dialami perusahaan sekelas PT Pertamina (Persero). Lapangan minyak Jatibarang milik PT Pertamina EP, anak usah Pertamina, melaporkan kerugian akibat aksi mogok buruh mencapai Rp11,2 miliar.

Kerugian terutama berasal dari aksi mogok yang dilakukan pekerja alih daya (outsourcing) dengan mematikan sejumlah fasilitas produksi Migas.

Usai berhenti beroperasi selama delapan hari, lapangan minyak Jatibarang yang kembali beroperasi pada 11 Oktober 2012, baru bisa beroperasi 25 persen dari produk normal sebanyak 1.500 barel per hari.

Tak hanya material, Pertamina EP juga memperkirakan kerugian immaterial yang ditanggung perusahaan cukup besar. Banyak para karyawan yang takut kembali bekerja akibat aksi anarkis. Para demonstran sempat memukuli pekerja Pertamina, memecahkan kaca-kaca kantor dan menghalangi pintu masuk dengan membuat palang dari mobil trailer.

Respon Pemerintah

Ancaman mogok produksi yang digaungkan para pelaku usaha ini akhirnya sampai ke telinga pemerintah. Tak hanya menteri, Wakil Presiden, Boediono, pun angkat bicara mengenai persoalan yang terjadi.

Walau mendukung perbaikan upah, Boediono menilai, para pekerja dan pelaku usaha harus saling menghargai dengan menjaga aktivitas bisnis untuk tetap berjalan. Dua tujuan itu, aktivitas bisnis dan kenaikan upah, harus berjalan bersama-sama.

"Jangan membunuh, atau menyakiti. Seharusnya setiap pihak harus memastikan keuntungan harus dibagi secara jujur dan adil sesuai kontribusi masing-masing," katanya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, bahkan tak menutupi kekhawatirannya terhadap kemungkinan terganggunya iklim investasi di tanah air.  "Ingat, kalau sampai iklim investasi kita dianggap tidak kondusif, yang rugi kita semua, bangsa ini yang rugi," kata Hatta.

Hatta mengatakan, isu perburuhan merupakan salah satu permasalahan penting untuk mendukung masuknya investasi. Terlebih lagi, perburuhan merupakan salah satu daya tarik investasi di Indonesia.

Bahkan, Hatta menilai, isu perburuhan merupakan batu ujian bagi Indonesia untuk bisa membuktikan diri sebagai negara tujuan investasi. Isu ini juga bisa menunjukkan kemampuan sektor investasi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

"Selalu ada jalan keluar untuk memecahkan persoalan-persoalan perburuhan kita, apakah itu menyangkut upah, outsourcing, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kesejahteraan," katanya.

Untuk itu, pemerintah berharap agar seluruh pihak mencari solusi terbaik dari kebuntuan komunikasi antara buruh dan pengusaha. Bahkan, Hatta mengaku siap turun ke lapangan untuk memfasilitasi kebuntuan itu agar segala permasalahan bisa diselesaikan. "Ini masalah yang sangat krusial untuk kita selesaikan," katanya.

Kabar menggembirakan justru datang dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman modal (BKPM), Chatib Basri. Menurutnya, perusahaan multinasional tidak terpengaruh dengan isu upah buruh yang marak akhir-akhir ini. Sebab, perusahaan multinasional umumnya telah membayar pekerjanya di atas upah minimum regional.

Namun Chatib mengakui, para pemodal perusahaan multinasional memang mencemaskan aksi para buruh yang men-sweeping pabrik-pabrik dan memaksa pekerja untuk mogok kerja.

Terhadap kondisi itu, investor asing meminta kepada pemerintah agar memberikan jaminan keamanan agar supaya demonstrasi tidak berakhir anarkis dan menimbulkan persoalan. "Solusinya bukan ancam-mengancam", kata Chatib.
Menurut dia dengan cara itu persoalan tak akan selesai. Kalau pengusaha mogok, mereka tak bisa menghasilakn profit. Begitu juga dengan para buruh yang kehilangan penghasilan. "Kita harus mengerti bahwa tingkat upah yang sekarang ini terlalu kecil, itu perlu ada penyesuaian. Tetapi, perlu juga disesuaikan dengan kemampuan pengusaha," katanya.

No comments:

Post a Comment